makalah asbab an-nu'zul (qur'an hadist)
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sudah tidak dipungkiri lagi, bahwa sala
satu tema penting yang menjadi objek kajian studi ilmi-ilmu al-Qur’an adalah
tentang sebab-sebab turunnya Al-Qur’an (asbab
an nuzul). Hal ini tercermin pada suatu kenyataan bahwa hampir pada semua
kitab ulum Al-Qur’an atau ulum Al-Tafsir selalu menyertai tema Asbab An-Nuzul sebagai sala satu objek yang dikaji.
Mempelajari dan mengetahui Asbab An-Nuzul bagi turunnya Al-Qur’an
sangat penting, terutama dalam memahami ayat-ayat yang menyangkut hukum. Para
ulama seperti Alwahidi, Al-Suyuti dan lain-lainnya telah banyak menilis
tentangnya dan menekankan pentingnya mengetahui Asbab An-Nuzul dengan pernyataan-pernyataan yang jelas.
B.
Rumusan
masalah
a. Apa
yang dimaksud Asbab An-Nuzul?
b. Bagaimana
cara Riwayat mengenai Asbab An-Nuzul?
c.
Apa faida Faida Asbab An-Nuzul?
C.
Tujuan
Masalah
Untuk
mengetahui sebab-sebab turunya Al-quraan, dan Riwayat mengenai Asbab An-Nuzul serta mengetahui faidah Asbab An-Nuzul.
BAB 11
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
ASBAB AN-NUZUL
Asbab an-nuzul
adalah ilmu yang berbicara tentang dialektika antara nash dengan realitas.
Dialektika ini menjadi sangat penting karena teks yang datangnya dari langit
harus mampu berkomunikasi dengan realitas masyarat yang ada di bumi.Asbab an-nuzulmemberi gambaran bagaimana
peran teks dalam merespon situasi, kondisi dan realitas yang terjadi dan
melingkupinya. Teks juga menjelaskan bagaimana sejumlah ayat yang diturunkan
ketika ada satu peristiwa khusus yang mengharuskan muncul teks tersebut. Sangat
sedikit ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah tanpa adanya sebab-sebab
eksternal. Oleh sebab itu, dalam memahami makna teks yang diperlukan adanya
pengetahuan awal tentang realitas yang memproduksi teks-teks tersebut.
Kalimat Asbab
an-nuzul merupakan kalimat gabungan dari dua kalimat dalam bahasa arab
disebutnya kalimat idhafah, yakni dari kaliat “asbab” dan “nuzul” yang
secara etimologi berarti sebab-sebab yang melatar belakangi turunnya Al-Qur’an.
Ada yang lebih senang menggunakan kalimat sabab an-nuzul yang berarti sebab
turunnya Al-Qur’an[1]
Sedangkan secara istilah Asbab an-nuzul mempunyai banyak pengertian seperti yang di sebutkan
oleh beberapa tokoh. Imam Shubhi Al-Shali menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan asbab an-nuzul adalah sesuatu
yang dengan sebabnya turun satu atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu,
atau yang menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.[2] Sedangkan menurut
Az-Zarqani kalimat Asbab an-nuzul didefenisikan dengan sesuatu yang khusus
untuk menggambarkan sesuatu yang terjadi yang berhubungan dengan turunnya ayat
al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peritiwa terjadi.
Sementara itu Manna al-Qattan mendefenisikan asbab an-nuzul dengan
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an yang berkenaan dengan
waktu peritiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan
yang di ajukan kepada nabi.[3]
Defenisi ini mengajarkan kepada kita bahwa sebab-sebab
turunnya ayat adakalanya berbantuk peristiwa dan ada kalanya berbentuk
pertanyaan. Dalam bukunya Ulumul Qur’an, Ramli Adul Wahid menyebutkan bahwa
sebab-sebab turunnya ayat yang berhubungan dengan peristiwa ada tiga macam dan
yang berhubungan dengan pertanyaan juga ada tiga macam.
Sebab-sebab turunnya ayat yang berhubungan dengan
pertanyaan sebagai berikut:
Pertama, peritiwa berupa pertengkaran, seperti
perselisihan yang brrkecamuk antara golongan dari suku aus dan golongan dari
suku Khajraz. Perselisihan itu timbul dari orang-orang yahudi sehingga mereka
berteriak-teriak.”senjata,senjata” maka turunlah Q.S Ali Imran:100. Yang
artinya”Hai orang orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari
orang-orang yang diberi Alkitab, niscaya mereka akan mengambilkan kamu menjadi
orang kafir sesudah kamu beriman.[4]
Ayat ini memberi gambaran tentang bagaimana caranya
untuk menjaukan dari perselisihan dan meransang orang kepada sikap kasi sayang,
ini menjadi funda mental dalam hablul minnan-Nas sehingga sangat dianjurkan
dalam Islam.
Kedua, peristiwa ini merupakan kesahalan yang serius,
seperti peritiwa yang mengimami shalat sedang mabuk sehingga salah membaca
surah Al Kafirun yang mestinya dibaca ia
a’budu ma ta’budun dibaca a’budu ma ta’budun sehinnga turunlah Q.S An-Nisa:42,
yang artinya “ Hai oarang-orang yang beriman, janganlah kamu hampiri shalat
sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.[5]
Ketiga, peristiwa itu berupa cita-cita dan keinginan.
Seperti persesuaian-persesuaian (muwafaqat)
Umar bin Khatab dengan ketentuan ayat-ayat Al-Qu’an. Dalam sejarah, ada beberapa harapan Umar yang dikemukakannya kepada
Nabi Muhammad SAW, kemudian turunlah ayat yang sesuai dengan harapan Umar
tersebut. Sebagai contoh adalah keinginan Umar untuk menjadikan mkam Nabi
Ibrahim sebagai tempat shalat, maka turunlah ayat yang memerintahkan untuk
melaksanakan sholat dimakam Ibrahim.
Adapun sebab-sebab turunnya ayat yang berkaitan dalam
bentuk pertanyaan juga terbagi menjadi 3 macam yaitu:
Pertama, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu
yang telah berlalu, ayat pertanyaan tentang Zul karnain: “mereka bertanya
tentangmu tentang Zulkarnain”.
Kedua, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang
sedang berlansung pada waktu itu, seperti pertanyaan tentang ruh: “Dan mereka
bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah bahwa urusan ruh itu adalah urusan
tuhanku, dan kamu tidak diberi ilmu kecuali yag sedikit”.
Ketiga, pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang
akan datang, seperti pertanyaan tentang kapan datangnya hari kiamat:” Mereka
bertanya kepadamu tentang hari kiamat, bila terjadinya”.
Ini dua cara yang menjadi sebab turunnya Al-Qur’an
kemuka bumi yang disepakati oleh para ulama. Dua cara tersebut jika dilihat
dari bentuknya, sedangkan dilihat dari jumlahnya, maka asbab an-nuzul di bagi
menjadi dua, yaitu ta’adud al-Asbab wa al Nazil wahid.( sebab turunnya ayat
lebih dari satu dan inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok
ayat yang turun adalah satu. Dan ta’adud an Nazil wahid (inti persoalan yang
terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedangkan
sebab turunnya satu). Sebab turunnya ayat disebut ta’adud bila ditemukan dua
riwayat atau lebih tentang turunnya ayat atau sekelompok ayat tersebut.
Sedangkan disebut al-wahid, jika sebab turunnya ayat itu satu riwayat saja.
Satu atau beberapa ayat yang turun disebut ta’adud an-nazil bila inti dari
persoalan yang terkandung dalam ayat yang turu berhubungan dengan sebab
tertentu dari satu persoalan.[6]
B. RIWAYAT MENGENAI ASBAB AN-NUZUL
Jika
ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab-sebab turunnya ayat dan masing
masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebut
lawannya, maka kedua riwayat ini ditelitih dan dianalisis. Dalam persoalan ini
dapat beberapa masalah. Pertama, sala satu dari keduanya shahih dan lainnya
tidak. Kedua, shahih akan tetapi salah satunya mempunyai penguat. Dalam hal ini
keduanya dapat diambil. Bentuk ketiga adalah keduanya shahih tidak mempunyai
penguat dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
Bentuk
pertama, cara menyelesaikan adalah dengan jalan memegangi riwayat yang shahih
dan menolak yang tidak shahih. Contoh dari kasus ini adalah kasus dari Asbab an-Nuzul dari surat dhuha.
Terdapat dua riwayat yang saling bertentangan dalam masalah ini. Ada riwayat
yang datang dari riwayat Bhukhari Muslim dan lainnya dan juga riwayat yang
datang dari Al-Thabrani dan Ibnu abi Syaibah. Bhukhari,muslim dan lainnya
meriwayatkan dari Jundab. Dalam riwayatnya, jundab berkata: Nabi Muhammad
kesakitan sehingga ia tidak bangun dari satu atau dua malam. Seorang perempuan
datang dan berkata :”Hai Muhammad, saya tidak melihat setanmu kecuali ia telah
meniggalkanmu maka Allah SWT telah menurunkan surah Ad-Dhuha:1-3. Riwayat ini
bertentangan dengan riwayat Al-Thabrani yang menyatakan bahwa Asbab an-nuzul dari surat Ad-Dhuha:1-3
adalah keterkait dengan keberadaan anjing dirumah Nabi Muhammad. Diriwayatkan
oleh Hafsh ibn Maisyara dari ibunya, dari ibunya (nenek dari ibu) dan ibunya
ini pembantu Rasulullah: “Sesunngunya anak anjing telah memasuki rumah
rasulullah lalu bersembunyi dibawa tempat tidur dan akhirnya mati. Maka selama
empat hari Nabi Mahammad tidak dituruni wahyu. Maka Nabi berkata:”Hai Khaulah,
apa yang telah dirumah rasullullah , Jibril tidak datang kepadaku. Saya berkata
pada diri saya sendiri: sekiranya engkau persiapkan ruma ini dan engkau sapu,
maka saya jangkauka penyapu itu kebawa tempat tidur itu, maka saya mengeluarkan
anak anjing tersebut. Nabi Muhammad pun datng dalam keadaan jenggotnya gemetar.
Dan memang jika turun wahyu kepadanya maka Allah SWT menurunkan surah Ad-Dhuha
ayat 1-4[7]
Dua riwayat ini menurut Al-Zarqani, yana di ambil adalah ayat pertama
karena riwayat pertama shahih. Sedangkan riwayat yang kedua, tidak bisa di
pertanggung jawabkan karena dalam meriwayat kedua ada perawi yang tidak
dikenal. Hadis yang terdapat cacat atau tidak tersambung, maka tidak bisa
dikatakan hadis shahih.
Bentuk kedua adalah dua
riwayat tersebut shahih, namun sala satunya terdapt penguat. Penyelesainya
dengan cara mengambil yang lebih kuat (rajihh). Penguat ini adakala saia
satunya lebih shahih dari lainnya atau periwayat dari sala satu keduanya
menyaksikan kisa itu lansung sedangkan periwayat lainnya tidak demikaian.
Misalnya hadis yang di riwayat oleh Bhukhari dan Ibn Mas’ud. Ibn Mas’ud
berkata: “saya berjalan dengan nabi Muhammad dimadina dan bertongkatkan pelepah
kurma. Ia melewati sekelompok orang yahudi mereka berkata kepada sebagian
merekah: “Cobah kamu tanya dia, maka
mereka berkata: “Ceritahkanlah kami
tentang ruh”. Nabi kemudian berhenti sejenak dan kemudian ia mengangkat
kepalanya. Saya pun mengerti bahwa nabi Muhammad telah dituruni wahyu hingga
wahyu itu naik. Kemudian nabi berkata: Quli
al-ruh min amri rabbi wana utitum min al-ilmi illa qalila. [8]
Dalam hubungan ayat yang
sama, Al-Thirmizi meriwayatkan hadis
yang dishahihkan dari Ibn abbas. Ibn Abbas berkata: “Beri kepada kami sesuatu
yang kami pertanyakan kepada orang ini (Nabi Muhammad) . Orang yahudi berkata:”Kamu
pertanyakan tentang ruh”, maka mereka pun menanyakan, kemudian turunlah ayat
tentang ruh diatas.
Kedua riwayat ini sebenarnyasama-sama
shahih, padahal sebenarnya keduanya mrmpunyai perbedaan yang sangat signifikan.
Menurut Al-Syuti dan al Zarqan, riwayat pertama menunjukan bahwa turunya ayat
tersebut diMadina karena yang bertanya adalah kaum Yahudi, sedangkan riwayat menjelaskan
bahwa ayat tersebut turun diMekkah karena bertanya adalah kaum Quraisy.Jika
kondisinya demikian, maka yang dijadikan sebagai pegangan adalah yang mempunyai
penguat. Oleh sebab itu, riwayat yang lebi kuat dari riwayat yang keduah karena
riwayat Al-bhukhari lebih shalih dibanding dengan riwayat iainnya. Selain itu,
periwayat Ibn Mas’ud menyaksikan lansung turun ayat tersebut. Menyaksikan
secara lansung tentu mempunyai kekuata yang lebih dalam penerimaan dan
penyampaian riwayat daripada yang tidak secarah lansung. Oleh karena itu,
riwayat yang pertama diamalkan sedangkan yang kedua ditinggalkan.
Bentuk ketiga, kesahihan
kedua riwayat yang tidak ditemukan penguat bagi salah satunya, tetapi keduanya
bisa dikompromi. Kedua sebab tersebut bener-benar terjadi dan ayat turun
mengiringi peritiwa tersebut karena masa keduanya berhampirin. Penyelesaian dari
bentuk ketiga ini adalah dengan menggap terjadinya brberapa sebab bagi turunnya
ayat tersebut. Ibn Hajar berkata: tidak ada penghalang bagi terjadinya ta’adud asbab (sebab ganda)
Contoh dari bentuk ketiga
ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bukhri dari jalan ikrima dari Ibn
Abbas diceritakan bahwa Hilal Ibn Umaya istrinya berbauat mesum (qash) di sisi nabi denagan Syarik inbu
Syamha. Nabi berkata bukti atau hukuman (hadd) atas pundakmu. Ia berkata “Hai
Rasulullah jika seorang dari kami mendapat seorang laki-laki bersama istrinya,
dia harus mencari bukti ?”. Menurut satu riwayat ini berkata:” Demi tuhan yang
membangkitkanmu dengan kebenaran, sesunggunya saya benar, dan sesunggunya Allah
munurunkan sesuatu ayat yang akan membebaskan pundak saya dari hukuman (hadd), jibril pun turun dan menurunkan
atasnya (Nabi) surah An-Nur:6 yang artinya
“Dan
orang-orang yang menuduh istri-istrinya berbuat zina, padahal mereka tedak
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka kesksian masing-masing
orang itu adalah empat kali bersumpah dengan nama allah, bahwa dia orang yang
termasuk orang yang berkata benar”
Sementara itu
Al-Bhukkhari dan Muslim (lafal Al Bhukhari ) meriwayatkan dari Shal Ibn Sa’ad
bahwa Uwaimir datang kepada Ashim Ibn Adyi adalah pemimpin bani Ajlan seraya
berkata “Bagaimana pendapat kamu tentang istrinya bersama laki-laki lain.
Apakah ia bunuh laki-laki itu atau bagaimana ia bertindak?. Tanyakan hal ini
kapada Rasullullah. Rasul berkata” Allah telah menurunkan Al-Qur’an tentang
engkau dan teman (istrimu)”. Rasul memerintah keduanya melakukan mula’ana sehingga Uwaimir melakukan li’an terhadap istrinya. Keduanya
riwayat ini shahih namun ini tidak ada penguat. Selain itu tidak ada kesulitan
untuk menjadi keduanya sebagai sebab turunnya ayat waktu turunnya berdekatan.
Bentuk keempat adalah
kedua riwayat itu shahih, tidak ada penguat lagi bagi sala satu keduanya dan
pula mungkin menjadi keduanya sekaligus sebagai Asbab an-nuzul karena waktunya
jauh berbeda atau tidak berdekatan. Penyelesaian kasus keempat adalah dengan
menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun sebanyak asbabun nuzul.
Al-Qur’an diturunkan oleh
Allah SWT kepada nabi Muhammad secara berangsur-angsur selama 23 tahun adalah
sebagai jawaban lansung terhadap prolematika yang muncul saat itu. Diturunkan
Al-Qur’an secara berangsur-angsur bukan tanpah sebab dan tujuan, melainkan
tujuan pasti yaitu agar manusia lebih mudah dan mengamalkan apa yang ada di
Al-Qur’an. Seain itu, juga menjadi tanda bahwa turunnya al-Qur’an mempunyai
latar belakang peristiwa serta sebab tertentu. Tujuan umum Al-Qur’an diturunkan
adalah untuk memperbaiki akidah, ibadah, dan akhlak dari pergaulan manusia yang
telah menyimpang dari nilai-nilai kebenaran agama.
Ulama yangpertama
kali memperkenalkan ilmu Asbab an-nuzul adalah As-Syatibi dalam
kitabnya yang sangat terkenal yaitu
al-muwafakat fi ushul asy syari’ah. Ia menjelaskan ilmu asbab an-nuzul dengan situasi yang
melingkupi orang-orang yang mengajak bicara, orang yang diajak bicara dan
pembicarahnya[9].
Ide tersebut dikembangkan loeh Syaih Waliyullah ad-Dahlawi[10] yang menganggap usaha
ulama dalam mengumpulkan riwayat asbab asnuzul mengada-ada. Tujuan pokok
turunnya A-Qur’an adalah untuk mendisik jiwa manusia dan memberantas kepercyaan
yang keliruh dan perbuatan jahat lainnya.
D.
FAIDA ASBAB AN-NUZUL
1. Sebagai sarana untuk mengetaui
rahasia dan tujuan diturunkan syariat islam kemuka bumi[11]
Contoh dari faeda pertama ini adalah
hikma syariat tentang diharamkan minuman keras. Menurut Ali As-Syabuni
pengharaman minuman keras (khamar)berlansung melalui empat tahap sebagai
berikut: tahap pertama menurunkan ayat 67 surah al-Nahl, yang artinya “Dari buah buah kurma dan buah anggur,
kamubuat minuman yang memabukan dan rejeki yang baik. Sesunggunya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
demikian.”[12]
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa
dari keduah buah kurma dan anggur manusia membuat khamar.Dengan menerangkan
sifat yang pertama sesuatu yang menghilangkan kesadaran akal dan kedua sebagai
sesuatu yang baik. Setelah memberikan perbedaan keduanya Allah menurunkan Q.S Al-Baqara:219 yang artinya” mereka bertanya tentang khamar dan judi.
Katakanlah pada keduah itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia,tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfaatnya.[13]
Ayat ini menjelaskan tentang manfaat
khamar dari sisi ekonomi berupa mendapat keuntungan materi dari hasil
perdagangannya, namun jika dibanding dengan madlaratnya, maka lebih banyak
madlaratnya. Setelah Allah menjelaskan tentang manfaaf dan madlarat, maka
turunlah ayat ketiga tentang pengharam khamar secarah persial yaitu surah
An-Nisa:43 yang artinya: Hai orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sehingga
kamu mengerti dengan apa yang kamu ucapkan.”[14]
Dalam hal ini Allah mengharamkan
minuman khamar pada saat shalat saja, maka kaum muslimin masi minuman khamar
pada saat diluar shalat. Maka setelah itu turunlah ayat tentang pengharam
khamar secara tuntas/total. Yaitu surah Al-Maida:90-91 “ Hai orang-orang yang beriman, sesunggunya minuman khamar , berjudi,
berkorban untuk berhala, mengundi nasib dwngan anak pana adalah perbuatan keji,
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntangan. Sesunggunya syaitan itu bermaksud hendak menibulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu, lantaran minuman khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang maka berhentilkah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)”[15]
2. Pengetahuan tentang Asbab An-nuzul
dapat membantu dalam memahami ayat Al-Qur’an dari berbagai macam kesulitan.
Seperti diketahui
bersama banyak Al-Qur’an yang sangat sulit dimakna jika tanpa pengetahuan Asbab an-nuzul ini. Bahkan bisa jadi
tampa adanya Asbab an-nuzul tersebut
bisa salah memahami ayat Al-Qur’an. Seperti pehaman surah Ali Imran ayat 188,
dalam ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa umat islam boleh saja
menghadap kemana saja saat shalat dan tidak wajib menghadap ka’ba, baik ketika
mukim maupun musafir. Namun jika dikaji secarah mendalam maka ayat tersebut
hanya di peruntukkan bagi musafir yamg tidak mengetahui arah kiblat. Hal ini
wajar karena pada jaman rasulullah belum ada peralatan yang bisa membantu dalam
menentukan arah seperti zaman sekarang
3. Pengetahuan tentang asbab an-nuzul dapat menolak dugaan
adanya pembatasan (hasr) dalam ayat yang lahirnya mengandung hasr(pembatsan)
Contoh
dari manfaat jenis ini firman Allah dari surah Al-an’am :145. Yang artinya katakanlah “tiadalah aku perboleh
dalam wahyu yang di wahyukan kepada setiap sesuatu yang di haramkan bagi orang
yang hendak memakannya kecuali makanan itu bangkai atau darah yang engalir atau
daging babi, karena sesunggunya semua itu kotor
atau binatang yang disembelih bukan karena Allah.[16]
Imam
Syafi’i berpendapat bahwa pembatasan ayat ini tidak termasuk dalam maksud ayat
itu sendiri. Untuk menolak adanya pembatasan (hasr) ia mengemukan alasan bahwa
sebab turunya ayat ini berhubungan dengan sikap orang-orang kafir yang tidak
suka mengharamkan kecuali apa yang telah dihalalkan oleh Allah dan menghalalkan
kecuali apa yang telah diharamkan. Hal ini dilakukan oleh mereka sebagai bentuk
pembangkangan dan penentangan terhadap Allah dan Rasulnya. Karena itu ayat ini
turun dalam pembatasan formal sebagai tekanan dan penentangan yang keras dari
allah dan rasulnya terhadap mereka, dan bukan masksud hakekat pembatasan. Oleh
sebab itu, ayat ini tidak boleh di pahami secara farfiahjika tidak ingin terjebak kedalam pemaknaan yang salah
4. Pengetahuan tantang Asbab an-nuzul dapat mengkhususkan
hukumpada sebab. Sesuai dengan kaida bahwa yangperlu diperhatikan dalam
mengambil hukum adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafal.
Contoh faida Asbab an-nuzul dalam konteks ini
adalah firman Allah yang terkait dengan zihar pada permulaan surah
Al-Mujadalah. Ayat tersebut mempunyai Asbab
an-nuzul sebagai berikut: Aush Ibn Samit menzihar istrinya, Khaulah binti
Hakam. Hukum yang terkandung dalam ayat ini khusus bagi keduanya menurut
pandangan ini. Adapun hukum zihar yang dilakukan orang lain dapat dikataui dari
dalil berupa qiyas atau lainnya. Dari keteranga diatas diketahui bahwa
tidakmungkin mengetauhui hukum yang terkandung dalm ayat ini apalagi mengtahui
dari qiyasnya tanpa mengetahui Asbab
an-nuzulnya. Oleh sebab itu mengetahui
Asbab An-nuzul dalam ayat-ayat tertentu sangat dibutuhkan.
5. Denagn mengetahui Asbab an-nuzul,
maka dapat diketahui bahwa sebab turunnya ayat tidak keluarnya ayat dari hukum
yangterkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasis-nya(yang mengkhususkannya)
Hal
ini berdasarkan kepada ijma’ bahwa uum tetap selama-lamanya. Dengan demikian
takhsis (pengkhususan) terbatas pada masalah pada yang di luar sebab. Sekiranya
Asbab an-nuzul juga termasuk yang
keluar dari hukum dengan adanya takhsish.Padahal menurut ijma mengatakan
ketidak bolean mengeleuaka sebab dari hukum ayat yang lafalnya umum. Contih
dari manfaat jenis ini adalah firman Allah dalam Q.S surah An-Nur: 23-25 yang
artinya:
“sesunggunya orang-orang yang menuduh wanita
yang baik-baik, yang lengah lagi beriman
(berbuat zina), mereka kena laknat didunia dan akhirat, dan mereka azab yang
sangat besar, pada hari ketika lida, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas
mereka terhadap apa yang mereka dahulu kerjakan. Dihari itu Allah memberi
mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah
yang benar lagi menjelaskan (segalah sesuatu yang menurut hakekat yang
sebenarnya)[17]
Ayat
ini menurut Ibn Abbas turun terkait
dengan Aisya dan istri-istri nabi secarah khusus. Allah tidak akan menerima
taubat kepada orang yang telah menuduh istri-istri Nabi berbuat Zina, tetapi
Allah memberi kan taubat kepada orang yang nenuduh perempuan mukmin selain
istri- istri Nabi.
6.
Dengan
Asbab an-nuzul maka dapat menerangkan
tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan
kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.
Contoh Asbab
an-nuzul jenis ini adalah seperti firman Allah dalm surah Al-Ahqaf:17 yang
artinya: Dan orang berkata pad kedua ibu
bapaknya:cis bagi kamu berdua, apakah kamu berdua pemperingatkan aku bahwa aku
akan dibangkitkan, padahal sesunngunya telah berlalu beberap umat sebelumku?
Lalu kedua ibu bapaknya memohon pertolongan kepada Allah seraya berkata:
celakah kamu, berimanlah sesunggunya janji Allah adalah benar, lalu ia berkata:
ini tidak alin hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka”.[18]
Muawiya
bermaksud mengangkat Yazid khalifa dan ia mengirim surat kepada Marwan,
gubernur dimadina mengenai hal itu. Karna itu Marwan kemudian mengumpulkan
rakyat kemudian berpidato dan mengajak mereka membai’at Yazid. Tetapi
Abdurrahman Ibn Abi Bakar tidak mau membai’atnya. Maka hampir saja Marwan
melakukan tindakan yang tidak terpuji terhadap Abdurrahman Ibn Abi Bakar
sekiranya ia tidak masuk rumanya Aisya. Marwan berkata: Orang ini yang dimaksud
dengan surah Al-Ahqaf di atas.
7. Manfaat mengetahui Asbab an-nuzul adalah dapat mempermudah
seseorang dalam menghafal Al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam
ingatan orang yang mendengarkannya. Pertalian antara sebab dan musabab, hukum
dan peristiwa, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya adalah faktor-faktor
yang menyebabkan mantabnya dan terlukisnya sesuatu dalam ingatan.
Contohnya,
berbagai macam perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai islam yang tidak sesuai
seperti koropsi, terorisme, anarkhisme, narkoba dan lain sebagainya, marak
dilakukan oleh umat islam karena tidak ditemukan dalil pelarangannya dalam
Al-Qur’an dan hadits. Bahkan dalam konteks teorisme banyak muslim yang
mengkalim bahwa perbuatan tersebut adalah jihad fi sabilillah yang
diperintahkan oleh Allah yang mensyariatkannya. Padahal jika dikaji secara
subtansial, maka islam tidak sangat mengajarkan kepada kekerasan apalagi
membunuh orang yang tidak berdosah. Jihat perintakan oleh agama jika ada
kekuatan yang dapat mengancam eksentensi dari agama islam dan umat islam itu
sendiri. Namun jika alasanini tidak ada, maka umat islam tidak diperbolehkan
membunuh orang yang berbeda agama dan keykinan dengan seenaknya sendiri karena
hal itu melanggar nilai-nilai syari’ah dan kemanusian.
BAB 111
PUNUTUPAN
A.
Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Asbab an-nuzul adalah sebab-sebab
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai kitab yang diturunkan oleh Allah kepada
manusia Al-Qur’an mempunyai kaitan erat dengan berbagai macam latar belakang,
baik sosiologis maupun antropologis. Itulah Al-Qur’an tidak diturunkan secarah
keseluruan, tetapi dengan berangsur-angsur
selama 23tahun sebagai jawaban lansung prolematika yang muncul saat itu.
Oleh
karena itu, pentingnya kajian sosio-historis ayat Al-Qur’an ini, maka
banyak para ulama menyarankan penggunaan
kajian Asbab an-nuzul dalam mengkaji
makna teks. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa mengetahui Asbaban-nuzul ayat, menolong kita memaknai ayat, karena mengetahui
makna turunnya memberi dasar untuk mengetahui penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Qur’an
dan terjemahan
Wahid,
Abdul, Ramli, Ulumul Qur’an, Jakarta:
Rajawali Press, 1993.
Al-Qattan,
Khalil, Manna, Studi Ilmu-ilmu Qur’an
(terj), Jakarta: Litera antarNusa,1998.
Irsyadunnas,
Studi Al-Qur’qn dan Hadis,
Yogyakarta: Kopertais wilaya 3 UIN Sunan Kalijaga, 2012.
Foodnote:
[1] Drs. H.
Ramli Abdul Wahid, ulumul Qur’an, (Jakarta:Rajawali Press, 1993), hlm.29
[2]Irsyadunas,
M. Ag, Studi Al-Qur’an dan Hadis,(Yogyakarta:Kopertais Wilaya 3 UIN Sunan
Kalijaga, 2012) hlm 63
[3] Manna
Khali al-Qattan, studi ilmu-ilmu Qur’an (terj) (Jakarta: Litera antarNusa,
1998), hlm 110
[4] Q.S Ali
Imran:100
[5] Q.S
An-Nisa:42
[6] Drs. H.
Ramli Abdul Wahid, ulumul Qur’an
(Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm 32
[7]Ibid,hlm 36.
[8]Ibid, hlm 40
[9]
Irsyadunnas, M.ag, studi Al-Quran dan
Hadis,(Yogyakarta: Kopertais Wilaya 3 UIN Sunan Kalijaga, 2012), hlm.73
[10]Ibid, hlm.78
[11] Drs.
Ramli Abdul Wahid, ulumul Qur’an,(
Jakarta:Rajawali Press, 1993), hlm. 52
[12]Q.S An-Nahal: 67
[13]Q.S Al-Baqara :219
[14]
An-Nisa:43
[15] Q.S Al-Maida:90-91
[16] Q.S Al-An’am:145
[17] Q.S An-Nur: 23-25
[18]Q.S Al- Ahqaf:17
Baccarat Rules - Free Online Poker for the Money and the Card
ReplyDeleteLearn how to play the game 1xbet of baccarat, the rules, the rules, the game rules, and 제왕카지노 why febcasino each player will have to deal with each card of their