MAKALAH TENTANG JENAZAH (FIQIH)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syariat
Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak
pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT
dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang
muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi
kehariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian
khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam
ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya fardhu
kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4
perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang
telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah
akan mencoba menguraikan dalam penjelasan berikut ini.
1.2
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian jenazah?
2. bagaimana tata cara memandikan jenazah?
3.Bagaimana tata cara mengkafani jenazah?
4.Bagaimana tata cara menshalatkan
jenazah?
5.Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?
BAB II
PEMBAHASAN
Kata
jenazah diambil dari bahasa Arab (جن ذح) yang berarti tubuh mayat dan kata جن ذ yang berarti menutupi. Jadi,
secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang tertutup
2.2. Memandikan Jenazah
Setiap
orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati
syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah
fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di
tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah
kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban
memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:
عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا لله
عليه و سلم قا ل: فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد ر (رواه ا
لبخرو مسلم)
Artinya:
“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang
jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R
Bukhari dan Muslim)
Adapun
beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Orang yang utama memandikan jenazah
a. Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan
mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang diwasiatkannya, kemudian bapak,
kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
b. Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat
perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta
suaminya.
c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak
perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh
perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh
laki-laki yang memandikannya.
d. Jika seorang perempuan meninggal
sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai
suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup
hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak
dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan
memakai lapis tangan.[3] Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس
معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و
يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى)
Artinya: “Jika
seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain
atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki
selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena
kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan
Baihaqi)
2. Syarat bagi orang yang memandikan
jenazah
a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum
memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah serta
mampu menutupi aib si mayat.
3. Mayat yang wajib untuk dimandikan
a. Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b. Bukan bayi yang keguguran dan jika
lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
c. Ada sebahagian tubuh mayat yang
dapat dimandikan
d. Bukan mayat yang mati syahid
4. Tatacara memandikan jenazah
Berikut beberapa cara memandiakan
jenazah orang muslim, yaitu:
a. Perlu diingat, sebelum mayat
dimandikan siapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
keperluan mandinya, seperti:
1. Tempat memandikan pada ruangan yang
tertutup.
2. Air secukupnya.
3. Sabun, air kapur barus dan
wangi-wangian.
4. Sarung tangan untuk memandikan.
5. Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
6. Kain basahan, handuk, dll.
b. Ambil kain penutup dan gantikan kain
basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.
c. Mandikan jenazah pada tempat yang
tertutup.
d. Pakailah sarung tangan dan bersihkan
jenazah dari segala kotoran.
e. Ganti sarung tangan yang baru, lalu
bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya perlahan-lahan.
f. Tinggikan kepala jenazah agar air
tidak mengalir kearah kepala.
g. Masukkan jari tangan yang telah
dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya dan bersihkan
hidungnya, kemudiankan wudhukan.
h. Siramkan air kesebelah kanan dahulu
kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
i. Mandikan jenazah dengan air sabun
dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan wangi-wangian.
j. Perlakukan jenazah dengan lembut
ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
k. Memandikan jenazah satu kali jika
dapat membasuh ke seluruh tubuhnya itulah yang wajib. Disunnahkan mengulanginya
beberapa kali dalam bilangan ganjil.
l. Jika keluar dari jenazah itu najis
setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajid dibuang dan dimandikan lagi.
Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak perlu diulangi mandinya, cukup
hanya dengan membuang najis itu saja.
m. Bagi jenazah wanita, sanggul
rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan menyulur kebelakang, setelah disirim
dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan dikepang.
n. Keringkan tubuh jenazah setelah
dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi kain kafannya.
o. Selesai mandi, sebelum dikafani
berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol.
2.3. Mengkafani Jenazah
Mengkafani
jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat
menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan
bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan
sebagai berikut:
ها جر نا سع ر سو ل ا لله صلى ا لله
عليه و سلم كلتمس و جه ا لله فو قع ا جرنا على الله فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر
ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا لا بر د ة, ا ذا غطينا
بها ر أ سه خر جت ر جلا ه, و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي
صلى ا لله عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا لا ذ خر (رواه ا
لبخا ر ى)
Artinya: “Kami hijrah
bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah
akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal
sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair
dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali
selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika
kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk
menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R
Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam
mengkafani jenazah adalah:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya
kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat
laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk
membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian
terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam
mengkafani jenazah.
Adapun
tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mayat laki-laki
a. Bentangkan kain kafan sehelai demi
sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi
kapur barus.
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan
tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan memanjang lalu ditaburi
wangi-wangian.
c. Tutuplah lubang-lubang (hidung,
telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan
kapas.
d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan
yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan
seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
e. Ikatlah dengan tali yang sudah
disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
f. Jika kain kafan tidak
cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah bagian kepalanya dan
bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas.
Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja,
maka tutuplah dengan apa saja yang ada.
2. Untuk mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan
terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
a. Lembar pertama berfungsi untuk
menutupi seluruh badan.
b. Lembar kedua berfungsi sebagai
kerudung kepala.
c. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju
kurung.
d. Lembar keempat berfungsi untuk
menutup pinggang hingga kaki.
e. Lembar kelima berfungsi untuk
menutup pinggul dan paha.
Adapun
tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:
a. Susunlah kain kafan yang sudah
dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah
jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin
masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c. Tutupkan kain pembungkus pada kedua
pahanya.
d. Pakaikan sarung.
e. Pakaikan baju kurung.
f. Dandani rambutnya dengan tiga
dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g. Pakaikan kerudung.
h. Membungkus dengan lembar kain
terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan
kedalam.
i. Ikat dengan tali pengikat yang telah
disiapkan.
Menurut
ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه)
Artinya: “Shalatilah
orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang
paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
a. Orang yang diwasiatkan si mayat
dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
b. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat
itu.
c. Orang tua si mayat dan seterusnya ke
atas.
d. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke
bawah.
e. Keluarga terdekat.
f. Kaum muslimim seluruhnya.
Rukun
shalat jenazah ialah:
a. Berniat menshalatkan jenazah.
b. Takbir empat kali.
c. Berdiri bagi yang kuasa.
Adapun
tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1. Niat shalat jenazah
Niat
shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum
shalat jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya berwudhu
dan menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar
dengan kepala si mayat, sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di
tengah-tengah sejajar pusat si mayat.
Lafal
niat shalat jenazah:
a. Untuk mayat laki-laki
ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت
فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما لله
تعا لى
“Sengaja aku berniat shalat atas
mayat laki-laki empat takbir fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah
ta’ala”
b. Untuk mayat perempuan
ا صلى على هذ اا لميتة ار بع تكبير ا
ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما لله
تعا لى
“Sengaja aku berniat shalat atas
mayat perempuan empat takbir fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah
ta’ala”
2. Takbir 4 kali
a. Takbir pertama dimulai dengan
mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.
Artinya:
1
Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam,
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
4. Yang menguasai di hari Pembalasan,
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah,
dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan,
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang Telah
Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat.
b. Takbir kedua dan membaca shalawat
ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد
كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا براهيم و با رك على محمد و على ا ل محمد كما
با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا بر هيم فى ا لعا لمين ا نك حميد مجيد.
Artinya: “Ya
Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana
engkau telah memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarganya.
Berkatilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberkati
Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”
c. Takbir ketiga dan membaca do’a untuk si mayat
ا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها)
و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز له (ها) ووسع مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما
ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخطا يا كم ينقى ا لثو ب من ا لد نس و ا بد له
(ها) دا را خيرا من دا ر ه (ها) و ا هلا خيرا من ا هله (ها) و ادخله
(ها) ا لجنة و ا عنذ ه (ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر.
Artinya: “Ya
Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan sentosakanlah dia,
muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah dia dengan air embun dan
es, sucikanlah dia dari kesalahannya, sebagaimana sucinya kain putih dari
kotoran. Gantikanlah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya,
dan gantikan keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam
syurga, dan jauhkan ia dari siksa kubur dan siksa neraka.”
d. Takbir keempat lalu diam sejenak dan
membaca do’a
ا للحم لا تحر منا ا جر ه (ها) ولا
تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر لنا و له (ها)
Artinya: “ Ya
Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan janganlah engkau
tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”
2. 5. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan
membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan.
Disunnahkan menyegerakan
mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh
berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua
cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan
untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang
kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar
baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang
lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita
(kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud
dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf
U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk
meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat
khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).
- Jenazah siap untuk dikubur.
Allahul musta’an.
- Jenazah diangkat di atas tangan
untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur.
Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu
diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh
menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke
lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI
RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang
kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah
dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap
kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan
dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang
menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di
dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka
rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari
atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata
itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus
untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring
untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah
diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah
tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam
kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat
gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu
kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan
sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat
mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan
batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan
membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk
di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah
mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang
disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia
ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya
orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan
doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!).
Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Berdasarkan
uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah,
antara lain:
a. Memperoleh pahala yang besar.
b. Menunjukkan rasa solidaritas yang
tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu meringankan beban kelurga
jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia
bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal
untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang manusia meninggal
dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan
RasulNya.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sepanjang
uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk yang
mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu
mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana,
penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah.
Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi
jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh
mukallaf.
Adapun
4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
a. Memandikan
b. Mengkafani
c. Menshalatkan
d. Menguburkan
Adapun
hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
a. Memperoleh pahala yang besar.
b. Menunjukkan rasa solidaritas yang
tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu meringankan beban kelurga
jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia
bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal
untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang manusia meninggal
dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan
RasulNya.
Sumber Referensi :
1. M. Afnan Chafidh, A. Ma’ruf
Asrori, Buku “Tradisi Islami” (Panduan Prosesi :
Kelahiran-Perkawinan-Kematian).
2. Buku “Panduan Praktek Dan
Visualisasi Ibadah” (Merawat Mayat & Puasa).
3. Fath al-’Allam, lll/222-223.
Tanwir al-Qulub, 209
4.
Minhaj al-Qawwim, 100, Muqaddimah al-Hadhramiyah, 100. Tanwir al-Qulub,
208. Fath al-’Allam, lll/263.
Comments
Post a Comment