MAKALAH KONSEP PEMBELAJARAN MATEMATIKA PMRI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan  tempat mengaplikasikan konsep. Siswa mengalami kesulitan matematika dikelas. Akibatnya siswa kurang menghayati atau memahami konsep-konsep matematika, dan siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalam kesulitan dalam matematika. Untuk itu kita sebagai calon guru harus mengupayakan bagaimana caranya supaya terjadi perubahan pandangan oleh peserta didik yang asalnya menganggap bahwa matematika itu sulit menjadi beranggapan bahwa matematika ternyata menyenangkan dan mudah untuk dipelajari. Hal tersebut tentunya tidak pernah terjadi jika kita menggunakan menggunakan model pembelajaran matematika yang kurang tepat. Jenning dan Dunne (dalam Zaenuri,2007) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika kedalam situasi kehidupan real. Sedangkan menurut Soedjadi dkk (dalam Zainurie,2007) hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajran matematika yang kurang bermakna. Guru dalam pembelajaranya dikelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswi kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran dikelas penting dilakukan agar pembelajaran matematika.
Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran matematika realistik (Zainurie,2007). Soedjadi dalam Sudarsiah (2005:2) mengemukakan bahwa, dinegeri Belanda telah dikembangkan pembelajaran matematika realistic (PMR). Dalam pendekatan PMR, pembelajaran matematika lebih memusatkan kegiatan lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
Oleh karena itu pada pembehasan kali ini kami mencoba mengulas tentang pendidikan matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang kami anggap sebagai salah satu solusi yang dapat mengatasi kesulitan peserta didik dalam belajar matematika.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Pendidikan Matematika PMRI
2.      Bagaimana Tujuan Pendidikan Matematika PMRI
3.      Apa Saja Karakteristik PMRI
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Mengetahui Pengertian Matematika PMRI
2.      Mengetahui Tujuan Pendidikan Matematika PMRI
3.      Mengetahui Karakteristik PMRI


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Matematika Realistik
Menurut Zainurie dalam (soviawati,2011) matematika realistic adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistic digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal pembelajaran matematika realistic dikelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik Realistik Mathematics Education (RME), sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah-masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia, ini berararti matematika harus dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.
Pembelajaran matematika realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pemnelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau yang kongkret dapat diamati dan dipahami pesertadidik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari (soviawati, 2011).[1]
Dalam pembahasan Journal Pembelajaran Matematika Realistik yang ditulis oleh Lis Holisin Dosen FKIP UM Surabaya adapun pembahsanya sebagai berikut :
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan baru dalam bidang pendidikan matematika. Pendekatan ini sudah lama diujicobakan dan diimplementasikan di belanda. Di Indonesia istilah ini dikenal dengan nama Pembelajaran Realistik Matematika (PMR)
Menurut Soedjadi (2001:2) PMR pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajran matemtika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa lalu.
Ide utama pembelajaran matematika realistic adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) konsep dan prinsip matematika dibawah bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Siswa diberi kesempatan untuk menemukan ide atau konsep matematika berdasarkan pengalaman anak dalam berinteraksi dengan lingkunganya. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan sekolah, keluarga, atau lingkungan masyarakat yang benar-benar dikenal siswa.
Proses pembelajaran matematika realistic menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Siswa diberi kesempatan untuk mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut.
Gravemeijer (1994: 91) mengemukakan tiga prinsip kunci pembelajaran matematika realistic, yaitu guided reinvention (menemukan kembali) / progressive mathematizing (matematisasi progresif), didactical phenomenology (fenomena didaktik) dan self developed models (mengembangkan model sendiri).
a.       Menemukan kembali (Guided reinvention)
Siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep, definidi, teorema atau cara penyelesaian melalui pemberian masalah kontekstual dengan berbagai cara.
b.      Fenomena didaktik (Didactial Phenomenology)
Untuk memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa, guru harus menekankan pada masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berasal dari dunia nyata atau masalah yang dapat dibayangkan siswa.
c.       Mengembangkan model sendiri (Self develoved models)
Ketika mengerjakan masalah kontekstual siswa mengembangkan model dengan cara mereka sendiri.[2]
B.     Tujuan Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik
Menurut suherman (2003:143), dalam pembelajaran system RME memiliki beberapa tujuan yang hedak dicapai antara lain.
1)      Menciptakan matematika agar lebih menarik, lebih relevan dan bermakna terhadap kehidupan, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak.
2)      Mencapai keberhasilan pembelajaran dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
3)      Menciptakan belajar matematika yang berdasar pada “learning by doing”
4)      Memunculkan inovasi dalam penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku.
5)      Menciptakan pembelajaran dengan konteks sebagai titik awal pembelajaran tersebut. [3]

C.    Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik
Karena matematika realistic menggunakan masalah realistic sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar riil atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal. Menurut Marpaung dalam (Budi,2008) mengungkapkan beberapa ciri pendidikan matematika realistic antara lain:
1)   Pembelajaran berpusat pada siswa
2)   Siswa dilatih untuk aktif berfikir dan berbuat
3)   Pembelajaran dimulai dari masalah-masalah yang nyata
4)   Siswa diberi kesempatan mengembangkan strategi belajarnya dengan berinteraksi dan bernegosiasi dengan kawan atau gurunya dan gurunya membantunya
5)   Siswa dibimbing pada pembentukan konsep penyelesaian permasalahan
6)   Menekankan proses reinvensi atau rekonstruk
7)   Gurunya hanya berperan sebagai fasilitator atau meneger kelas 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Menurut Zainurie dalam (soviawati,2011) matematika realistic adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistic digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal pembelajaran matematika realistic dikelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik Realistik Mathematics Education (RME), sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah-masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.
2.      Suherman (2003:143), dalam pembelajaran system RME memiliki beberapa tujuan:
-          Menciptakan matematika agar lebih menarik, lebih relevan dan bermakna terhadap kehidupan, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak.
-          Mencapai keberhasilan pembelajaran dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
-          Menciptakan belajar matematika yang berdasar pada “learning by doing”
-          Memunculkan inovasi dalam penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku.
-          Menciptakan pembelajaran dengan konteks sebagai titik awal pembelajaran tersebut.
3.      Karena matematika realistic menggunakan masalah realistic sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar riil atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal.



 
DAFTAR PUSTAKA

Jacobsen, David A, dkk. 2009. Methods or teaching(terjemahan khoirul anam dkk). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http:journal.um-surabaya.ac.id/index.php/didaktis/article/vieFile/255/199(diakses pada tanggal 20 maret 2018., jam 22:31)

[1] Jacobsen,David A, dkk., Methods or teching terjemahan khoirul anam dkk(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009)

[2] http://journal.um –surabaya.ac.id/index.php/didaktis/article/vieFile/255/199(diakses 20 maret 2018, jam 22:31)
[3] Ibid…,hlm 6.

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

MAKALAH TENTANG AKIDAH POKOK DAN CABANG DALAM ISLAM (ILMU KHALAM)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) IPA Kelas IV Smt Satu Tentang Memahami Hubungan Sesama Mahluk Hidup Dengan Lingkunganya