MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM (MAKALAH)
BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum
merupakan seperangkat renana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktifitas belajar
mengajar. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam suatu
system pendidikan karena merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan[1].
Apabila masyarakat dinamis, sehingga pesertadidik tidak terasing dalam
masyarakat[2].
Seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat, dan dinamis,
menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga berkembang, untuk
itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya manusia yang
kompeten sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka dari itu perlu
adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar agar pembelajaran dapat
berjalan lancer dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam
pengembangan kurikulum, banyak model-model yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan
atas kelebihan dan kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal,
tetapi juga perlu disesuaikan dengan system pendidikan dan system pengelolaan
pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan[3].
Dari
beberapajenis penjelasan diatas, pengembangan kurikulum sangat penting sekali
bagi dunia pendidikan, agar tujuan dari pada pendidikan dapat terwujud dengan
baik. Ada beberapa model yang diungkapkan oleh para ahli dalam pengembangan
kurikulum yang dalam hal itu, akan dibahas dalam makalah penulis yang berjudul
“model-model pengembangan kurikulum”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good
dan Traaver, model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa
komplek atau system dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lanmbang
lainya. Model bukanlah realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan
demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan
untuk menerjemahkan suatu kedalam realitas, yang sifatnya lebih praktis. Model
berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk
yang bersifat prespektif untuk mengambil keputusan atau sebgai petunjuk untuk
kegiatan pengelolaan[4].
Pengembangan
kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti
cara berfikir, system nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan
social), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat
maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang
perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan
kurikulum meruoakan suatu alternative prosedur dalam rangka mendesain
(designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu
kurikulum[5].
Dalam
pengembangan kurikulum, hendaknya sebisa mungkin didasarkan pada factor-faktor
konstan yang dismaksut adalah dalam pengembangan kurikulum perlu didasarkan
pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang
menggambarkan dalam pengembangan tersebut[6].
Factor-faktor konstan tersebut, yang terdiri dari beberapa komponen tersebut,
harus saling bertalian erat. Misalnya evaluasi harus sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai, begitu juga dengan bahan ajar dan proses belajar mengajar.
Sehingga, agar
dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembangan kurikulum semestinya
memahami berbagai jenis model penegmbangan kurikulum. Yang dimaksut dnegan
model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prsedur sistematis dalam proses
penyusunan suatu kurikulum. Dengan memahami esensi modal model pengembangan
kurikulum, pengembang kurikulum diharapkan akan bias bekerja secara sistematis,
sistemik dan optimal. Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang
akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan prktik, bids diwujudkn.
B.
Sumber Pengembangan Kurikulum
Dalam
penegmbangan kurikulum, ada beberapa sumber atau landasan inti penyusunan
kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari pekerjaan dsn kehidupsn
orsng dewasa. Karena sekolah mempersiapakan anak bagi kehidupan orang dewasa.
Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum
terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa.
Dalam
pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi berbagai unsur
kebudayaan. Manusia adalah mahluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan yang
berbudaya, ia harus mempelajari budaya maka budaya menjadi sumber utama isi
kurikulum.
Sumber lain
ialah anak, dalam pendidikan atau pengejaran, yang belajar adalah anak.
Pendidikan atau pengajaran bukan memeberikan sesuatu kepada anak, melainkan
menumbuhkan potensi-potensi yang telah ada pada anak. Ada tiga pendekatan
kepada anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, dan minat siswa.
Beberapa
pengembangan kurikulum berdasarkan pada penaglaman-pengalaman penyusunan
kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum ialah kekuasaan social
politik. Di Indonesia pemegang kekuasaan social-politik dalam penentuan kurikulum
adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang dalam pelaksanaanya dilimpahakan
kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Diejen Pendidikan Tinggi
bekerjasama dengan Balitbangdigbud.
C.
Model-model Pengembangan Kurikulum
1.
Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and Instruction)
Model pengembangan kurikulum yang
dikemukakan oleh Tyler (1949) diajukan berdasarkan pada beberapa pernyataan
yang mengarah pada langakah-langakah dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena
itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan
kurikulum, seperti gambar berikut:
Objectives
Selecting
Learning Experience
Organizing
Learning Experience
Evaluation
a.
Menetukan tujuan pendidikan
Tujuan
pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program
pendidikan dan pembelajaran. Tijuan pendidikan harus menggambarkan perilaku
akhir setelah peserta didik mengikuti program penddikan, sehingga tujuan
tersebut harus dirumuskan secara jelas sampai rumusan tujuan khusus guna
mempermudah pencapaian tujuan tersebut.
Ada
tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan
pendidikan menurut Tyler, yaitu : a) hakikat peserta didik b) kehidupan
masyarakat masa kini dan c) pandangan para ahli bidang studi. Penentuan tujuan
pendidikan dengan berdasarkan masukan dari ketiga aspek tersebut. Kemudian
difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat dan silosofis pendidikan serta
psikologi pendidikan.
Selain
itu ada lima factor yang menjadi arah penentu tujuan pendidikan, yaitu:
pengembangan kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan
sikap kemasyarakatan, pengembngan minat peserta didik, dan penegmbangan sikap
social. Jadi, dalam menetukan tujuan pendidikan hendaknya jangan hanya
memperhitungkan pendapat para ahli disiplin ilmu melainkan juga kebutuhan minat
anak dan masyarakat yang sesuai dengan falsafah pendidikan.
b.
Menentukan proses pembelajaran
Setelah
menetapan tujuan, selanjutnya ialah menentukan proses pembelajaran apa yang
paling cocok dilakukan untu mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang
harus diperhatikan dalam penentuan proses pembeljaran adalah persepsi dan latar
belakang kemampuan pesertadidik. Hal ini agar mereka dapat mengadakan eaksi
mental dan emosial maupun dalam bentuk kelakuan.
c.
Menentukan organisasi pengalaman belajar
Setelah
proses belajar ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi pengalaman
belajar. Pengalaman belajar didalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar da nisi
atau materi belajar. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman
belajar apa yang harus dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga
dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan. Kejelasan tujuan, materi belajar dan
proses pembelajaran serta urutan-urutan akan mempermudah untuk memperoleh
gambaran tentang evaluasi pembelajran apa yang sebaiknya digunakan[15].
d.
Menentukan evaluasi pembelajaran
Mentukan
jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model
Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan
sifat dari tujuan pendiikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses
belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bias
tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memperhatikan
komponen-komponen kurikulum lainya, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip
evaluasi yang ada.
Jadi
dalam melakukan evaluasi hendaknya jangan hanya berbentuk tes tertulis akan
tetapi juga berup observasi, hasil pekerjaan siswa, kegiatan dan partisipasinya
serta menggunakan metode-metode lainya agar diperoleh gambaran yang lebih
komperhensif tentang taraf pencapaian tujuan pendidikan.
2.
Model Taba (inverted Model)
Model
taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut penekananya
terutama pada pemusatan perhatian guru. Taba mempercayai bahwa guru merupakan
factor utama dalam usaha pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang
dilakukan guru dan memosisikan guru sebagi innovator dalam pengembangan
kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.
Langkah-langkah
dalam proses penegmbangan kurikulum menurut Taba:
a.
Diagnosis
kebutuhan
Agar kurikulum
menjadi berguna pada pengalaman belajar murid, Taba berpendapat bahwa sangatlah
penting diagnosis berbagai kebutuhan pendidik. Hal ini merupakan langkah
penting pertama dari Taba tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan
untuk belajar. Karen latar belakang peserta didik yang beragam, maka perlukan
diagnosis tentang gaps, berbagai kekurangan, (deficiencies), dan perbedaan
latar belakang peserta didik (variations in these background).
b.
Formulasi
pokok-pokok (Merumuskan tujuan pendidikan)
Formulasi yang
jelas dan tujuan-tujuan komperhensif untuk membentuk dasar pengembangan
elemen-elemen berikutnya. Secara jelas, Taba berpendapat bahwa hakikat tujuan
akan menentukan jenis pelajaran yang perlu untuk diikuti.
Dalam merumuskan tujuan pendidikan, ada empat area yang perlu
diperhatikan, pertama, konsep atau ide yang akan dipelajari (conceps or ideas
to be learned). Kedua, sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan dikembangkan
(attitudes, sensitivities, and feeling to be developed). Ketiga , pola piker
yang akan ditekankan, dikuatkan, atau dimulai/dirumuskan (ways of thingking to
be reinforced, strengthened, or initiasted). Keempat, kebiasaan dan kemampuan
yang akan dikuasai (habits and skills to be mastered).
c.
Seleksi
isi
Menurut Taba, isi (materi) yang akan diajarkan kepada peserta didik
adalah 1). Harus valid dan signifikan, 2). Isi harus relevan dengan kenyataan
social, 3). Isi harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman,
4). Isi harus mencakup beberapa tujuan, 5). Isi harus dapat disesuaikan dengan
kemampuan oeserta didik untuk mempelajarinya, dan bisa dihubungkan dengan
pengalaman mereka.
d.
Organisasi
isi
Dalam menyusun kurikulum, terutama terkait dengan bentuk penyajian
bahan pelajaran/isi atau organisasi kurikulum/isi, ada dua organisasi kurikulum
yang bisa menjadi pilihan, yaitu kurikulum berdasarkan mata pelajran dan
kurikulum terpadu.
e.
Seleksi
pengalaman belajar
Ada beberapa prisip yang harus diperhatikan dari seleksi pengalaman
belajar peserta didik. 1. Pengalaman peserta didik harus sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. 2. Setiap pengalaman belajar harus memuaskan peserta didik.
3. Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan peerta didik. 4. Dalam
satu pengalaman belajar kemungkinan dapat mencapai tujuan yang berbeda.
f.
Organisasi
pengalaman belajar
Mengutip pendapatnya Tyler, terdapat tiga prinsip dalam
mengorganisasikan pengalalaman belajar yang diberikan harus memilki
berkesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan belajar selanjutnya dan
untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain. Adapun urutan isi,
artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik harus
memperhatikan tingkat perkembangan mereka.
g.
Penentuan
tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukanya
Dalam melakukan evaluasi, Taba menganjurkan beberapa hal, 1.
Menetapkan kriteria penilaian, 2. Menyusun program evaluasi yang komperhesif,
3. Menerapkan teknik pengumpulan data, 4. Melakukan interpretasi data evaluasi,
5. Menerjemahkan evaluasi kedalam kurikulum.
3.
Model
Administratif
Pengembangan model ini disebut juga
dengan istilah dari atas kebawah (top down) atau staf ini (line-staff
procedure), artinya pengembangan kurikulum ini ide awal dan pelaksanaanya
dimulai dari para pejabat tingakat atas pembuat keputusan dan kebijakan
berkaitan dengan penegmbangan kurikulum. Langkah kedua adalah membentuk suatu
tim suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk mengembangkan kurikulum yang
didukung oleh bebrapa anggota yang terdiri dari para ahli, yaitu: ahli
pendidikan, kurikulum, disiplin ilmu, tokoh masyarakat, tim pelaksana
pendidikan, dan pihak dunia kerja.
Tim ini bertugas untuk mengembangkan
konsep-konsep umum, landasan, rujukan, maupun strategi pengembagan kurikulum
yang selanjutnya menyusun kurikulum secara operasional berkaitan dengan
pengembangan atau perumusan tujuan pendidikan maupun pembelajaran, pemilihan
dan penyususunan rambu-rambu dan substansi materi pelajar, menyusun alternative
proses pembelajaran, dan menentukan penilaian pembelajaran.
Setelah semua tugas dari tim kerja
pengembangan kurikulum tersebut telah usai, hasilnya dikaji ulang oleh tim
pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang berkompeten. Setelah
mendapat bebrapa kesempurnaan dan nilai lebih cukup baik, administer peberi
tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerinyahkan
sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Dalam pelaksanaan kurikulum
tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan
monitoring, pengeamatan dan oengawasan serta bimbingan dan pelaksananya. Stelah
berjalan beberapa saat, perlu juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik
validitas komponen-komponenya. Penilaian tersebut dapat dilakukan oleh tim
khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedangkan penilaian sekolah dapat
dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut
ialah nerupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan ditingkat pusat,
daerah dan sekolah.
4.
Model
Grass Roots
Pengembangan model kurikulum ini
kebalikan dari model administrative. Model Grass Roots merupakan model
pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Pengembangan model ini,
berada ditangan staff pengajar sebagai pelaksana suatu sekolah atau beberapa
sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada pandangan bahwa implementasi
kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana sejak semula
diikutsertaakan dalam pengembangan kurikulum[22].
Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para
pelaksana di lapangan sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari
unit-unit terkecil dalam spesifik menuju bagian-bagian yang lebih besar[23].
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum
model Grass Roots, diantaranya: 1). Guru harus memiliki kemampuan yang
professional, 2). Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum,
penyelesaian permasalahan kurikulum, 3). Guru harus terlibat langsung dalam
perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi, 4). Seringnya
pertemuan pemahaman guru dan akan mengahsilkan consensus tujuan, prinsip,
maupun rencana-rencana. Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model
ini, diantaranya adalah akan bervariasinya system kurikulum disekolah karena
menerapkan partisipasi sekolah dan
masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada
kendali mutu), maka cenderung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat.
Pengembangan atau penyempurnaan ini
dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang
studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila
kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru, fasilitas,
biaya, maupun bahan-bahan perpustakaan, pengembangan kurikulum model Grass
Roots akan lebih baik. Hal itu didasrkan atas pertimbangan bahwa guru adalah
perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran dikelasnya. Dialah
yang paling tau kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling berkompeten
menyusun kurikulum bagi kelasnya[24].
5.
Model
Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum idenya
dating dari bawah (Grass Roots). Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum
dari skala kecil yang selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas, tetapi
dalam prosesnya sering mendapat tantangan atau tidak kesetujuan dari
pihak-pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model
pengembangan ini.
Pertama: sekelompok guru dari suatu
uji coba atau eksperimen suatu kurikulum. Proyek ini bertujuan mengendalikan
penelitian dan penegmbangan tentang salah satu atau beberapa segi/komponen
kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan
bagi lingkungan yang lebih luas,
Kedua: dari beberapa orang guru yang
merasa kurang puas tetang kurikulum yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan
eksperimen, uji coba, dan mengadakan pengembangan secara mandiri[25]
dengan kegiatan ini, mereka-mereka mengharapkan ditemukan kurikulum, atau aspek
tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan didaerah yang
lebih luas.
Ada beberapa kebaikan dalam
penerapan model penegmbangan ini, diantaranya adalah: 1). Kurikulum ini akan
lebih nyata dan praktis karena dihasilakan melalui prose yang telah diuji dan
diteliti secara ilmiah, 2). Perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada
aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak
administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum yang sangat luas dan
kompleks, 3). Hakikat model demonstrasi terskala kecil akan terhindar dari
kesenjagan dokumen dan pelaksanaan dilapangan: 4) model ini akan menggerakan
inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi
untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangakan program yang baru.
Dari beberapa model pengembangan
kurikulum yang telah diuraikan diatas, ditemukan beberapa perbedaan yang
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam
pengembangan kurikulum model apapun yang yang digunakan adalah model yang
digunakan dalam kurikulum, dan kurikulum tersebut baik pada masanya. Sebenarnya
masih banyak model-model pengembangan kurikulum yang lain beserta
langakah-langakah yang ditawarkan yang juga memiliki orientasi kata yang
berbeda dengan yang lainya. Namun, pada dasarnya semua kurikulum tersebut,
memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang
sama.
[1]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm, 127
[2]
Abdulah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan praktik, (Jogjakarata:
Ar-Ruzz Media, 20130, 227
[3]
NANA Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum teori dan praktik,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 19990, HLM. 161
[4]
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm,82
[5]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajran, (Jakarta:
Rajawali Press, 2013), hlm,78
[6]
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media,2013), hlm,177
[7]
Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1993), hlm,139
[8]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,……,hlm,78-79
[9]
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan upi, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,
(Bandung: PT.Imperial Bhakti Utama, 2007), hlm.99
[10]
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,……..,hlm.100
[11]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajran,……..hlm,79
[12]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,…..hlm.80
[13]
Nasution, Pengembangan Kurikulum,…., hlm.140
[14]
Nasution, Pengembangan Kurikulum,…., hlm.140
[15]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran………..,
hlm,80
[16]
Toto Ruhumat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,ibid,…….,hlm.80
[17]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,…………..hlm.85
[18]
Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,
(Jogjakarta: Diva Press), hlm.64
[19]
Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,….,
hlm. 65-74
[20]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta:
Rajawali Press, 2003), hlm,.81
[21]
Nana Syaodih Sukadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm,161
[22]
Subandijah, Pengembangan Kurikulum dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1996), hlm, 71
[23]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Ibid,…,82
[24]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 19990, HLM, 163
[25]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran.,
Ibid,….,hlm,83
Comments
Post a Comment