MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM (MAKALAH)


BAB I
PENDAHULUAN

Kurikulum merupakan seperangkat renana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktifitas belajar mengajar. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam suatu system pendidikan karena merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan[1]. Apabila masyarakat dinamis, sehingga pesertadidik tidak terasing dalam masyarakat[2].
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat, dan dinamis, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar agar pembelajaran dapat berjalan lancer dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam pengembangan kurikulum, banyak model-model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan system pendidikan dan system pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan[3].
Dari beberapajenis penjelasan diatas, pengembangan kurikulum sangat penting sekali bagi dunia pendidikan, agar tujuan dari pada pendidikan dapat terwujud dengan baik. Ada beberapa model yang diungkapkan oleh para ahli dalam pengembangan kurikulum yang dalam hal itu, akan dibahas dalam makalah penulis yang berjudul “model-model pengembangan kurikulum”.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Makna Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good dan Traaver, model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa komplek atau system dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lanmbang lainya. Model bukanlah realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan suatu kedalam realitas, yang sifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat prespektif untuk mengambil keputusan atau sebgai petunjuk untuk kegiatan pengelolaan[4].
Pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti cara berfikir, system nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan social), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum meruoakan suatu alternative prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum[5].
Dalam pengembangan kurikulum, hendaknya sebisa mungkin didasarkan pada factor-faktor konstan yang dismaksut adalah dalam pengembangan kurikulum perlu didasarkan pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang menggambarkan dalam pengembangan tersebut[6]. Factor-faktor konstan tersebut, yang terdiri dari beberapa komponen tersebut, harus saling bertalian erat. Misalnya evaluasi harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, begitu juga dengan bahan ajar dan proses belajar mengajar.
Sehingga, agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembangan kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model penegmbangan kurikulum. Yang dimaksut dnegan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prsedur sistematis dalam proses penyusunan suatu kurikulum. Dengan memahami esensi modal model pengembangan kurikulum, pengembang kurikulum diharapkan akan bias bekerja secara sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan prktik, bids diwujudkn.
B.     Sumber Pengembangan Kurikulum
Dalam penegmbangan kurikulum, ada beberapa sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari pekerjaan dsn kehidupsn orsng dewasa. Karena sekolah mempersiapakan anak bagi kehidupan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi berbagai unsur kebudayaan. Manusia adalah mahluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan yang berbudaya, ia harus mempelajari budaya maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum.
Sumber lain ialah anak, dalam pendidikan atau pengejaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memeberikan sesuatu kepada anak, melainkan menumbuhkan potensi-potensi yang telah ada pada anak. Ada tiga pendekatan kepada anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, dan minat siswa.
Beberapa pengembangan kurikulum berdasarkan pada penaglaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum ialah kekuasaan social politik. Di Indonesia pemegang kekuasaan social-politik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang dalam pelaksanaanya dilimpahakan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Diejen Pendidikan Tinggi bekerjasama dengan Balitbangdigbud.
C.    Model-model Pengembangan Kurikulum
1.      Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and Instruction)
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler (1949) diajukan berdasarkan pada beberapa pernyataan yang mengarah pada langakah-langakah dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, seperti gambar berikut:
Objectives

Selecting Learning Experience

Organizing Learning Experience

                            
            Evaluation

a.      Menetukan tujuan pendidikan
                 Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tijuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program penddikan, sehingga tujuan tersebut harus dirumuskan secara jelas sampai rumusan tujuan khusus guna mempermudah pencapaian tujuan tersebut.
                 Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : a) hakikat peserta didik b) kehidupan masyarakat masa kini dan c) pandangan para ahli bidang studi. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan masukan dari ketiga aspek tersebut. Kemudian difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat dan silosofis pendidikan serta psikologi pendidikan.
                 Selain itu ada lima factor yang menjadi arah penentu tujuan pendidikan, yaitu: pengembangan kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembngan minat peserta didik, dan penegmbangan sikap social. Jadi, dalam menetukan tujuan pendidikan hendaknya jangan hanya memperhitungkan pendapat para ahli disiplin ilmu melainkan juga kebutuhan minat anak dan masyarakat yang sesuai dengan falsafah pendidikan.
b.      Menentukan proses pembelajaran
                 Setelah menetapan tujuan, selanjutnya ialah menentukan proses pembelajaran apa yang paling cocok dilakukan untu mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembeljaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan pesertadidik. Hal ini agar mereka dapat mengadakan eaksi mental dan emosial maupun dalam bentuk kelakuan.
c.       Menentukan organisasi pengalaman belajar
                 Setelah proses belajar ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi pengalaman belajar. Pengalaman belajar didalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar da nisi atau materi belajar. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan. Kejelasan tujuan, materi belajar dan proses pembelajaran serta urutan-urutan akan mempermudah untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi pembelajran apa yang sebaiknya digunakan[15].
d.      Menentukan evaluasi pembelajaran
                 Mentukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendiikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bias tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memperhatikan komponen-komponen kurikulum lainya, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.
                 Jadi dalam melakukan evaluasi hendaknya jangan hanya berbentuk tes tertulis akan tetapi juga berup observasi, hasil pekerjaan siswa, kegiatan dan partisipasinya serta menggunakan metode-metode lainya agar diperoleh gambaran yang lebih komperhensif tentang taraf pencapaian tujuan pendidikan.
2.      Model Taba (inverted Model)
                 Model taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut penekananya terutama pada pemusatan perhatian guru. Taba mempercayai bahwa guru merupakan factor utama dalam usaha pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memosisikan guru sebagi innovator dalam pengembangan kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.
                 Langkah-langkah dalam proses penegmbangan kurikulum menurut Taba:
                                                
a.       Diagnosis kebutuhan
           Agar kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar murid, Taba berpendapat bahwa sangatlah penting diagnosis berbagai kebutuhan pendidik. Hal ini merupakan langkah penting pertama dari Taba tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan untuk belajar. Karen latar belakang peserta didik yang beragam, maka perlukan diagnosis tentang gaps, berbagai kekurangan, (deficiencies), dan perbedaan latar belakang peserta didik (variations in these background).
b.      Formulasi pokok-pokok (Merumuskan tujuan pendidikan)
           Formulasi yang jelas dan tujuan-tujuan komperhensif untuk membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Secara jelas, Taba berpendapat bahwa hakikat tujuan akan menentukan jenis pelajaran yang perlu untuk diikuti.
Dalam merumuskan tujuan pendidikan, ada empat area yang perlu diperhatikan, pertama, konsep atau ide yang akan dipelajari (conceps or ideas to be learned). Kedua, sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan dikembangkan (attitudes, sensitivities, and feeling to be developed). Ketiga , pola piker yang akan ditekankan, dikuatkan, atau dimulai/dirumuskan (ways of thingking to be reinforced, strengthened, or initiasted). Keempat, kebiasaan dan kemampuan yang akan dikuasai (habits and skills to be mastered).
c.       Seleksi isi
Menurut Taba, isi (materi) yang akan diajarkan kepada peserta didik adalah 1). Harus valid dan signifikan, 2). Isi harus relevan dengan kenyataan social, 3). Isi harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman, 4). Isi harus mencakup beberapa tujuan, 5). Isi harus dapat disesuaikan dengan kemampuan oeserta didik untuk mempelajarinya, dan bisa dihubungkan dengan pengalaman mereka.
d.      Organisasi isi
Dalam menyusun kurikulum, terutama terkait dengan bentuk penyajian bahan pelajaran/isi atau organisasi kurikulum/isi, ada dua organisasi kurikulum yang bisa menjadi pilihan, yaitu kurikulum berdasarkan mata pelajran dan kurikulum terpadu.
e.       Seleksi pengalaman belajar
Ada beberapa prisip yang harus diperhatikan dari seleksi pengalaman belajar peserta didik. 1. Pengalaman peserta didik harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 2. Setiap pengalaman belajar harus memuaskan peserta didik. 3. Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan peerta didik. 4. Dalam satu pengalaman belajar kemungkinan dapat mencapai tujuan yang berbeda.
f.       Organisasi pengalaman belajar
Mengutip pendapatnya Tyler, terdapat tiga prinsip dalam mengorganisasikan pengalalaman belajar yang diberikan harus memilki berkesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan belajar selanjutnya dan untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain. Adapun urutan isi, artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik harus memperhatikan tingkat perkembangan mereka.
g.      Penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukanya
Dalam melakukan evaluasi, Taba menganjurkan beberapa hal, 1. Menetapkan kriteria penilaian, 2. Menyusun program evaluasi yang komperhesif, 3. Menerapkan teknik pengumpulan data, 4. Melakukan interpretasi data evaluasi, 5. Menerjemahkan evaluasi kedalam kurikulum.
3.      Model Administratif
Pengembangan model ini disebut juga dengan istilah dari atas kebawah (top down) atau staf ini (line-staff procedure), artinya pengembangan kurikulum ini ide awal dan pelaksanaanya dimulai dari para pejabat tingakat atas pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan penegmbangan kurikulum. Langkah kedua adalah membentuk suatu tim suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk mengembangkan kurikulum yang didukung oleh bebrapa anggota yang terdiri dari para ahli, yaitu: ahli pendidikan, kurikulum, disiplin ilmu, tokoh masyarakat, tim pelaksana pendidikan, dan pihak dunia kerja.
Tim ini bertugas untuk mengembangkan konsep-konsep umum, landasan, rujukan, maupun strategi pengembagan kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum secara operasional berkaitan dengan pengembangan atau perumusan tujuan pendidikan maupun pembelajaran, pemilihan dan penyususunan rambu-rambu dan substansi materi pelajar, menyusun alternative proses pembelajaran, dan menentukan penilaian pembelajaran.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut telah usai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang berkompeten. Setelah mendapat bebrapa kesempurnaan dan nilai lebih cukup baik, administer peberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerinyahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengeamatan dan oengawasan serta bimbingan dan pelaksananya. Stelah berjalan beberapa saat, perlu juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponenya. Penilaian tersebut dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedangkan penilaian sekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut ialah nerupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan ditingkat pusat, daerah dan sekolah.
4.      Model Grass Roots
Pengembangan model kurikulum ini kebalikan dari model administrative. Model Grass Roots merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Pengembangan model ini, berada ditangan staff pengajar sebagai pelaksana suatu sekolah atau beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada pandangan bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana sejak semula diikutsertaakan dalam pengembangan kurikulum[22]. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dalam spesifik menuju bagian-bagian yang lebih besar[23].
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum  model Grass Roots, diantaranya: 1). Guru harus memiliki kemampuan yang professional, 2). Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyelesaian permasalahan kurikulum, 3). Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi, 4). Seringnya pertemuan pemahaman guru dan akan mengahsilkan consensus tujuan, prinsip, maupun rencana-rencana. Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model ini, diantaranya adalah akan bervariasinya system kurikulum disekolah karena menerapkan partisipasi  sekolah dan masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali mutu), maka cenderung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru, fasilitas, biaya, maupun bahan-bahan perpustakaan, pengembangan kurikulum model Grass Roots akan lebih baik. Hal itu didasrkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran dikelasnya. Dialah yang paling tau kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya[24].
5.      Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum idenya dating dari bawah (Grass Roots). Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dari skala kecil yang selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan atau tidak kesetujuan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini.
Pertama: sekelompok guru dari suatu uji coba atau eksperimen suatu kurikulum. Proyek ini bertujuan mengendalikan penelitian dan penegmbangan tentang salah satu atau beberapa segi/komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas,
Kedua: dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tetang kurikulum yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba, dan mengadakan pengembangan secara mandiri[25] dengan kegiatan ini, mereka-mereka mengharapkan ditemukan kurikulum, atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan didaerah yang lebih luas.
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model penegmbangan ini, diantaranya adalah: 1). Kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilakan melalui prose yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah, 2). Perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum yang sangat luas dan kompleks, 3). Hakikat model demonstrasi terskala kecil akan terhindar dari kesenjagan dokumen dan pelaksanaan dilapangan: 4) model ini akan menggerakan inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangakan program yang baru.
Dari beberapa model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan diatas, ditemukan beberapa perbedaan yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam pengembangan kurikulum model apapun yang yang digunakan adalah model yang digunakan dalam kurikulum, dan kurikulum tersebut baik pada masanya. Sebenarnya masih banyak model-model pengembangan kurikulum yang lain beserta langakah-langakah yang ditawarkan yang juga memiliki orientasi kata yang berbeda dengan yang lainya. Namun, pada dasarnya semua kurikulum tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang sama.


[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm, 127
[2] Abdulah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan praktik, (Jogjakarata: Ar-Ruzz Media, 20130, 227
[3] NANA Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum teori dan praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 19990, HLM. 161
[4] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum tingkat satuan pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm,82
[5] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm,78
[6] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2013), hlm,177
[7] Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm,139
[8] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,……,hlm,78-79
[9] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan upi, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: PT.Imperial Bhakti Utama, 2007), hlm.99
[10] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,……..,hlm.100
[11] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajran,……..hlm,79
[12] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,…..hlm.80
[13] Nasution, Pengembangan Kurikulum,…., hlm.140
[14] Nasution, Pengembangan Kurikulum,…., hlm.140
[15] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran……….., hlm,80
[16] Toto Ruhumat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,ibid,…….,hlm.80
[17] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,…………..hlm.85
[18] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Diva Press), hlm.64
[19] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,…., hlm. 65-74
[20] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hlm,.81
[21] Nana Syaodih Sukadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm,161
[22] Subandijah, Pengembangan Kurikulum dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm, 71
[23] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Ibid,…,82
[24] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 19990, HLM, 163
[25] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran., Ibid,….,hlm,83

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

MAKALAH TENTANG AKIDAH POKOK DAN CABANG DALAM ISLAM (ILMU KHALAM)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) IPA Kelas IV Smt Satu Tentang Memahami Hubungan Sesama Mahluk Hidup Dengan Lingkunganya